KIAT SEHAT MEMILIH CALON SUAMI
Diajukan untuk
Memenuhi Salah satu Tugas
Mata Kuliah
Perkembangan
Peserta didik
Oleh
RANI MARLINA
41032151111017
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
PENDIDIKAN
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR
Puji sukur kepada tuhan yang maha esa
yang telah memberikan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah yang berjudul Kiat Sehat Memilih Calon Suami. Penulis susun
sebagai usaha untuk memberikan informasi tentang pertimbangan dalam memilih
calon pendamping hidup, supaya tidak sampai salah pilih.
Melalui upaya pendidikan,mari kita melangkah
menuju masa depan yang lebih cerdas dan berkualitas yang dapat bersaing pada
tingkat global. Dalam penyusunan Makalah
ini, penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil
yang memuaskan. Namun inilah kenyataannya, penyusun menyadari akan keterbatasan
kemampuan, sehingga penyusunan makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Amin.
Bandung, 30 Oktober 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR
ISI .............................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang ............................................................................ 1-2
1.2 rumusan masalah ....................................................................... 2-3
1.3 tujuan penulisan ......................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Mengapa Wanita Berisiko Salah Pilih ....................................... 4-5
2.2
Meluaskan Pergaulan ................................................................ 5-6
2.3
Penyebab
Mendahulukan Hubungan Keintiman ...................... 6-9
2.4
Ciri-Ciri Calon Suami Soleh ...................................................... 9-12
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 13
3.2 Saran .......................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................ 14
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan
merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari
segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan
lain hal.
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh.
Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, “Yadullahi fawqa aydihim”.
Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya “Mitsaqon gholizho” atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon gholizho”. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh.
Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, “Yadullahi fawqa aydihim”.
Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya “Mitsaqon gholizho” atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon gholizho”. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai
Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib,
makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walau seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.
Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.
Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walau seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.
Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.
Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
Disamping itu agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak di inginkan, misalkan perceraian, pilihan teman hidup tidak boleh
sampai meleset. Supaya tidak sampai salah pilih, pertimbangan yang diambil
perlu lebih banyak, dan keputusan besar dalam hidup itu seharusnya tidak boleh
diambil secara tergesa- gesa. Pemerintah Singapura sengaja menyusun panduan
bagi kaum lajangnya dalam memilih teman hidup. Maka dari itu penulis mengangkat
judul kiat sehat memilih calon suami, agar tidak sampai berharap ada kesempatan
kedua untuk memilih calon suami. Bagi siapa pun perkawinan itu peristiwa
sakral. Oleh karena itu, apapun motivasinya, perkawinan cukup satu kali.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Mengapa wanita berisiko salah pilih
2.
Apa tujuan meluaskan pergaulan
3.
Hal disebabkan oleh hubungan keintiman
4.
bagaimana ciri-ciri calon suami soleh
1.3 Tujuan Penulisan
Setiap
aktivitas manusia senantiasa diiringi dengan suatu harapan sebagai kerangka
landasan untuk melangkah lebih jauh dalam membiasakan sesuatu, termasuk membuat
dan menulis suatu karya tulis yang bermutu atau berguna. Harapan tersebut
terkadang manifestasikan yang pada akhirnya dalam suatu tujuan, demikian halnya
dengan penulisan karya tulis ini yang sasaran utamanya adalah :
1.
untuk mengetahui penyebab wanita salah
pilih pasangan hidup
2.
menjelaskan tujuan meluaskan pergaulan
3.
menjelaskan akibat dari mendahulukan
hubungan intim dalam berpacaran
4.
Mengetahui ciri-ciri calon suami soleh
1.4 Manfaat Penulisan
1.
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis
khususnya dan kepada pembaca pada umumnya serta menambah pemahaman terhadap
manfaat mengetahui kiat sehat memilih calon suami agar kelak penulis terjun ke
dunia pernikahan dalam hal ini sebagai seorang istri dapat memahami dan
mengambil manfaat dari karya tulis ini.
2.
Hasil penulisan ini diharapkan menjadi bahan bacaan
dalam rangka meningkatkan efektifitas dalam memilih pasangan hidup guna
memperoleh hasil yang baik dan mencapai keluarga sakinah mawadah warohmah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mengapa Wanita Berisiko Salah Pilih
Tak gampang memilih jodoh yang pas.
Banyak hal yang harus ditimbang-timbang. Perkawinan adalah peristiwa sakral.
Karenanya, banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk
menikah. Sukses perkawinan juga dianggap ikut menentukan mutu sumber daya
manusia bangsa.Tak heran, pemerintah Singapura sampai harus menyusun panduan
memilih teman hidup agar generasi mudanya tak salah langkah. Salah satu butir
panduan, misalnya, jangan lekas-lekas pergi nonton bioskop berdua. Maksudnya,
agar seks selama berkencan tidak berjalan mendahului cinta.
Persoalannya, struktur demografi
dunia sekarang ini menunjukkan angka, tersedia lebih sedikit pria dewasa untuk
menjadi pasangan hidup wanita (low sex ratio). Fakta itu membuat banyak kaum
Hawa di dunia merasa gelisah kalau-kalau tidak mendapat jodoh. Terlebih bagi
wanita berkultur Timur yang menabukan wanita lebih aktif dalam bergaul dan
mencari calon teman hidup.
Salah memilih teman hidup sering
berawal dari kelewat cepat memutuskan bahwa dialah si "Mr. Right".
Kurang matangnya menentukan pilihan teman hidup sebagian besar karena umur saat
mulai berkencan kelewat muda, janji sehidup semati diputuskan ketika usia belum
cukup dewasa, dan model pacaran yang dipilih jenis permisif dan kelewat ngebut.
Kalau begitu, kapan sesungguhnya
seseorang sudah pantas pacaran? Secara biologis dan jiwa, seorang wanita baru
matang setelah berumur 24 tahun. Jika diasumsikan pada umur 24 tahun sudah
boleh menikah, pacaran mestinya sudah boleh berlangsung sebelum uisa itu. Tapi
kapan? Statistik psikologi menyebutkan, pacaran tak boleh terlalu lama.
Idealnya sekitar dua tahun. Lebih lama dari itu berisiko putus, sedangkan bila
lebih pendek, kemungkinan belum cukup masak. Bagi kebanyakan remaja,
keputusan ini dianggap kolot.
Mayoritas remaja sudah ingin pacaran lebih dini lagi.Pola gaul remaja putri
sekarang, lelaki yang baru beberapa kali bertemu dan jalan bareng sudah
diputuskan sebagai pacar. Itu berarti tidak ada lagi peluang buat teman lelaki
lain untuk masuk dalam lingkaran pergaulan kita. Ibaratnya, mereka seperti
katak di dalam tempurung. Seolah tidak ada lelaki lain yang lebih ideal dari si
dia.
Akibatnya, banyak perkawinan yang
berakhir dengan penyesalan, kenapa dulu memilih dia, kalau tahu sekarang
ternyata menemukan calon yang lebih ideal. Ini menjadi masalah karena pilihan
itu belum tentu benar selektif. Gaya dan pola gaul remaja sekarang yang lebih
permisif dibanding kultur bangsanya, tentu berdampak pula terhadap model
pacaran yang ditempuh. Akibatnya, seks berjalan mendahului cinta. Oleh karena
menjadi serba permisif dalam menempuh proses berpacaran, akibatnya yang tumbuh
lebih dulu adalah tunas seks ketimbang cinta.
2.2 Meluaskan Pergaulan
Sering keputusan pilihan teman hidup tanpa sadar
terdesak oleh pertimbangan seks, bukan cinta. Padahal, cinta itu bukan emosi
dan sensasi belaka. Cinta sekarang sudah dipandang dan harus diperlakukan
sebagai sesuatu yang matematis, sesuatu yang bisa dinalar.
Harold Bessel, PhD, psikolog yang banyak mendalami
soal cinta menemukan, dalam cinta terkandung tiga unsur utama, yakni romantic
attractrion, intimacy, dan commitment. Dalam sosok cinta, kedudukan seks hanya
merupakan bagian dari romantic attraction, komponen kecil saja dalam cinta.
Namun, model pacaran remaja modern menjadikan unsur seks menjadi
segala-galanya, akibat serba permisifnya dalam bergaul. Dianggap kuno kalau
pacaran cuma pegang-pegangan tangan belaka.
Namun, karena sosok ideal saja belum
jaminan pasti cocoknya sebagai pacar, tak perlu segera memutuskan untuk langsung
menjadi pacar. Perlu bergaul dulu lebih luas, lebih banyak, lebih terbuka
terhadap semua lawan jenis tanpa ada yang perlu dijadikan teman spesial.
Dengan demikian akan tetap membuka
peluang mendapatkan sample calon pacar yang lebih cocok, ketimbang baru ketemu
sekali dan merasa itu tipe ideal, lalu langsung menubruk bahwa dialah calon
pacar yang tepat. Perlu diingat, pacar tidak harus abadi, dan setiap saat boleh
dan sah saja untuk putus, daripada menyesal terpaksa menikah dengan orang yang
salah (‘Mr. Wrong’).
Namun, model pacaran kebanyakan
remaja modern sering terpupuk unsur seks. Baru ketemu seminggu sudah kissing,
sebulan petting, lebih dari itu lama-lama sudah sampai ke organ kemaluan.
Pacaran model remaja modern sering menjadi khusuk hanya pada urusan seks dan
melupakan yang lainnya. Dan inilah awal salah pilih teman hidup itu.
2.3 Penyebab Mendahulukan Hubungan Keintiman
Hal lain yang menambah besar risiko salah pilih teman hidup, apabila proses pacaran yang mestinya lebih banyak bicara dan sedikit bekerja, ditempuh dengan cara sebaliknya: sedikit bicara dan banyak bekerja. Kita perlu terus mengingat konsep cinta Harold bahwa dalam cinta sejati dibutuhkan 3 unsur, dan salah satunya intimacy.
Maksudnya perlu dibangun keintiman selama menempuh
proses pacaran. Artinya perlu saling mengenal, menyesuaikan diri, mencocokkan
diri antara dua pribadi dari dua latar belakang yang tidak sama. Dari dua
perbedaan, adakah terbangun toleransi, dan bukan menuntut perubahan bahwa kamu
harus menjadi aku, dan aku menjadi kamu, melainkan untuk sehatnya, engkau dan
aku menjadi senyawa bernama “kita”. Agar proses menempuh keintiman berjalan mulus
dan mencapai hasil ideal, kencan tidak boleh direcoki oleh unsur seks. Seks
bisa memberi hasil yang bias, yang mengecoh seolah-olah cocok. Padahal,
sebetulnya mungkin hanya dicocok-cocokkan.
Apabila dari proses intimacy ternyata tidak pas, tidak
klop, banyak ketidaksesuaian, dan toleransi tidak kunjung terbangun, jangan
ragu untuk tidak dilanjutkan. Maka itu, supaya tidak berat menyetop pacaran,
bangunlah model pacaran yang lebih berwibawa, yang tidak terlalu ngebut, yang
wajar-wajar saja. Peran untuk membangun pacaran yang lebih anggun sebetulnya
banyak ditentukan oleh pihak wanita. Mengapa?
Tidak mudah bagi pihak lelaki untuk sembarang menjadi
berani, termasuk dalam sikap seksualitasnya terhadap wanita, apabila pihak
wanita sendiri lebih berwibawa tidak gampangan dan murahan. Kepandaian wanita
membatasi diri, dan berani untuk mengatakan tidak, untuk menolak, untuk menjaga
diri tidak sembarang diapa-apakan seks oleh teman kencan, menentukan kualitas
proses intimacy, atau tujuan kencan yang sehat.
Semakin ketat menjaga tidak sembarang dicium,
sembarang dipeluk, sembarang dipegang-pegang, akan lebih memberi kesempatan
kepada tunas cinta untuk mekar secara jujur, bukan gombal, atau cinta yang
pura-pura belaka. Bahwa seks itu sesungguhnya harus didudukkan sebagai bunga
dari cinta, dan bukan yang mengawali cinta. Ancaman yang datang dari pihak
lelaki dalam berkencan, sering berbunyi, "Kalau betul cinta, buktikan
dengan menyerahkan segalanya buat aku.” Semakin teguh menjaga kegadisan,
semakin berwibawa seorang wanita sebagai gadis berpribadi luhur.
Bahwa pacar yang lari, yang menyatakan putus, setelah
tidak diberi apa yang diminta, sebetulnya bisa dijadikan test case, bentuk uji
coba, apakah dia pria yang setia pada cinta atau pemburu seks belaka. Pria yang
menyimpan cinta sejati tidak akan mundur sekalipun tidak diberi seks. Pria yang
menyatakan putus cinta jika tidak diberi seks, berarti bukan pria dengan cinta
sejati.
Agar seks tidak berjalan mendahului cinta, hindarkan
memasuki peluang-peluang berbahaya yang memberi kemungkinan terjadinya
peristiwa seks dadakan, seperti duduk di mobil berdua malam hari, berada di
tempat sunyi berdua, nonton bioskop berdua (sebagaimana menjadi butir-butir
panduan pemerintah Singapura bagi para lajangnya). Jika wanita mudah terjebak
dalam pikatan seks, akan lebih sukar mengelak untuk mengatakan tidak.
Hukum seks
bagi wanita “the point of no return”. Apakah itu?
Dalam gelora seksualitas, faal seksualitas wanita
memiliki tabiat, akan tibanya pada suatu titik pasrah sempurna di saat
detik-detik libido sudah di puncak. Sekali titik libido memuncak itu terlewati,
yang tidak boleh terjadi akan terjadi juga. Agar titik di mana wanita akan
terlambat dan tak mampu undur lagi, maka pacaran tidak boleh kelewat batas.
Jauh sebelum terjatuh, pihak wanita masih punya rem
yang lebih pakem dibanding faal seksualitas pasangannya. Pihak wanita yang
sesungguhnya lebih bisa mengontrol jika pacaran mulai melaju lebih kencang. Dan
pihak wanita juga yang tahu persis kapan rem seks itu harus betul-betul diinjak
tandas, sebelum ‘kecelakaan’ seks terjadi.
Masalah timbul jika perkawinan dibangun di atas
kecelakaan seks. Statistik menunjukkan bahwa perkawinan ‘kecelakaan seks’
umumnya tidaklah selanggeng perkawinan yang diputuskan secara matang. Kawin
‘kecelakaan seks’ umumnya buah dari keputusan yang masih mentah, dalam usia
maupun kematangan proses kencannya. Itu berarti risiko untuk bercerai, jauh
lebih besar dibanding perkawinan normal.
Harold menciptakan kuesioner untuk menilai apakah
suatu perkawinan bahagia. Ternyata skor Romantic Atrraction (RAQ) pasangan yang
perkawinannya berbahagia lebih tinggi dibanding yang perkawinannya gagal. Ini
bukti bahwa proses kecocokan dalam perkawinan, yang ditentukan oleh kualitas
proses intimacy, menentukan kebahagiaan perkawinan.
Bukankah kita sering mendengar perkawinan selebriti
banyak yang putus di tengah jalan, dengan alasan sudah tidak ada kecocokan
lagi? Satu bukti bahwa cinta saja (kalau benar ada), ternyata tidak
cukup. (Tabloid Nova)
2.4 ciri-ciri calon suami soleh
memiliki
suami soleh pasti menjadi impian bagi sebagian besar wanita, khususnya mereka
yang beragama islam. Dalam berumah tangga suami adalah imam. Membimbing istri
untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Untuk itulah, mengapa sebagian
besar wanita, ingin memiliki suami soleh. Suami soleh niscaya akan menjadi imam
yang baik dalam keluarga. Seorang pria yang bisa menjadi contoh bagi ia dan
anak-anak nya kelak. Suami soleh bukan berarti harus berprofesi sebagai ulama /
ustad selama ia dapat membimbing istrinya ke jalan yang lebih baik, kriteria
suami soleh sudah dimilikinya.
Tips
memperoleh suami soleh :
1. jangan
berpacaran sebelum menikah
beberapa
wanita menolak konsep ini, disebabkan mereka tidak ingin menikah dengan lelaki
yang tidak mereka cintai. Bagi mereka rasa cinta tidak mungkin tumbuh jka
mereka tidak berpacaran terlebih dahulu. Jelas anggapan mereka keliru. Seolah-
olah menyalahkan aturan yang telah allah berikan kepada mereka. Allah telah
menjanjikan suami yang soleh bagi mereka yang mematuhi perintahNya.
Allah
mengharamkan pacaran disebabkan perbuatan tersebut dapat menjerumuskan
seseorang kepada kemaksiatan yang jauh lebih besar (zina). Jika kita mematuhi
perintah allah yang menciptakan manusia, dan erkuasa pada hati- hati mereka,
tentu kita tidak perlu kawatir dengan rasa cinta. Suami soleh telah disediakan
oleh allah.
Cinta
bisa muncul dari jalur yang diridoi allah, karena rahmat yang diberikan allah
pada suami istri. Perasaan cinta antar pasangan bisa terus terbina (tumbuh)
dengan rahmat yang allah berikan. Jika allah melenyapkan rasa cinta pada
pasangan yang awal mulanya menikah karena pacaran, maka yang terjadi kemudian
adalah hilangnya perasaan cinta yang menggebu- gebu yang mereka miliki sebelum
pacaran. Belum tentu yang lelaki kita yakini benar, adalah calon suami yang
soleh untuk kita.
2. Mengenakan
jilbab
Agar
memperoleh calon suami soleh, seorang wanita haruslah mengenakan jilbab. Apa
hubungannya? Tentu ada hubungannya. Lelaki yang soleh yang nantinya akan
menjadi suami yang soleh pula, umumnya tidak menginginkan wanita yang tidak
berjilbab. Jiwa mereka yang baik membuat mereka ingin sesuatu yang baik (
seperti seorang wanita yang taat kepada allah salah satunya adalah dengan
berjilbab). Jadi jangan harap akan mendapat suami soleh jika anda suka pergi ke
diskotik. Lelaki soleh tidak dapat mencintai wanita- wanita penentang sariat
karena kecintaan mereka terhadap allah sangat tinggi.
3. Jadilah
wanita solehah
Untuk
mendapatkan suami yang soleh, maka jadilah wanita yang solehah. Bagaimana
caranya, yaitu sedapat mungkin lakukan hal-hal yang diridoi allah dan jauhi
hal-hal yang tidak diridoi allah. Wanita solehah tidak mungkin berpacaran sebelum
menikah dan selalu menutup auratnya. Di samping itu, seorang wanita solehah
pastinya memiliki akhlak yang baik, dan kelak dapat menghormati suaminya.
Jika
anda belum merasa berakhlak baik, berdoalah pada allah agar dia menghiasi anda
dengan akhlak yang baik. Hidup dengan seseorang yang berakhlak baik, dalam hal
ini suami soleh, juga dapat membuat anda terpacu untuk menampilkan sisi baik.
Suami soleh bisa menuntun anda menjadi istri yang solehah.
Bukankah
manusia mempunyai kecendrungan berbuat baik kepada orang yang telah berbuat
baik kepada mereka?
4. Berdoa
kepada allah
Berdoa
agar mendapatkan calon suami soleh, berakhlak mulia adalah hal yang sering
dilupakan oleh wanita. Padahal mendapatkan lelaki yang berakhlak mulia adalah
sesuatu hal yang wajib bagi rumah tangga yang menginginkan kebahagian. Tanpa
seorang laki-laki, yang mampu menghormati, menghargai, dan memahami istri, maka
rumah tangga mustahil bahagia.
Banyak
diantara lelaki yang memahami agama dengan baik, tapi tidak mampu
mengamalkannya dengan baik. Mereka berakhlak buruk, menghina istrinya jika
menemukan kekurangannya, tidak menghargai kerja keras sang istri selama di
rumah, dan selalu menuntut istrinya, itu bukanlah merupakan ciri-ciri suami
soleh.
Mereka
mudah sekali mengkritik istrinya di depan anak-anak nya, sehingga anak-anaknya
pun, ikut-ikutan mengkritik ibunya seperti yang dilakukan ayahnya. Keluarga
seperti ini tentu saja akan gagal mencapai kebahagiaan dunia ampe akherat.
Suami soleh jadi-jadi an, tidak mampu melahirkan anak-anak soleh dan solehah,
karena tidak bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anak nya.
Agar
terhindar dari lelaki berakhlak buruk, berdoalah pada allah agar allah
memberikan lelaki yang baik, maka insa allah, allah akan membukakan jalan agar
mendapat suami yang soleh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tidak
boleh terjadi sampai berharap sampai ada kesempatan kedua untuk memilih calon
suami. Bagi siapapun perkawinan itu peristiwa sakral. Oleh karena itu, apapun
motivasinya, perkawinan cukup satu kali.
Agar
tidak sampai gagal perkawinan kita nanti, pilihan teman hidup tidak bolehlah
sampai meleset. Supaya tidak sampai salah pilih, pertimbangan yang di ambil
perlu lebih banyak, dan keputusan besar dalam hidup itu seharusnya tidak boleh
diambil secara tergesa-gesa.
3.2 Saran
Dalam
memilih calon pendamping hidup, jangan sampai terburu-buru, karena pekerjaaan
apa pun kalau di kerjakan secara terburu- buru hasil nya tidak akan maksimal.
Apalagi ini hal sangat penting dalam hidup. Harus banyak pertimbangan, harus
tahu bibit bobot nya, jangan asal milih hanya karena cinta semata. Pernikahan
harus satu kali dalam hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Hite, Shere, The
Hite Report on Male Sexuallity. A Dell Book, 1981
Master, William
H, MD, Heterosexuallity, HerperCollins,1986
Mahoney, ER, MD.
Human Sexuality. McGawHill Lnc, 1983
http://www.anneahira.com/suami-soleh.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar